Jumat, 26 September 2014

Kebudayaan Suku Bali








KEBUDAYAAN BALI


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya Bali adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.

Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya memiliki sifat yang tidak kekal, seiring perkembangan jaman suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau atau kemajuan ilmu dan teknologi.


A.  Budaya Bali yang Sudah Hilang

Adapun budaya Bali yang telah menghilang, antara lain sebagai berikut.

1.   Desain bangunan


Desain rumah masyarakat Bali seperti gambar diatas terlihat bahwa bentuk rumah yang sangat sederhana. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembutan rumah juga sangat sederhana. Bahan-bahan yang digunakan anatara lain tanah yang ditumpuk-tumpuk sehingga berwujud tembok dan atap rumahnya menggunakan rumput lalang atau daun kelapa. Tradisi rumah ini mulai ditinggalkan saat ada pengaruh dari luar dan pengaruh jaman dan teknologi seperti sekarang ini. Saat ini masyarakat khususnya di Bali menganggap bangunan seperti itu sudah "ketinggalan jaman". Masyarakat seolah-olah berlomba membuat bangunan rumah senyaman mungkin. Mengenai tata ruang bangunanpun saat ini sudah tidak diperhatikan lagi. Masyarakan sekreatif mungkin membuat bangunan yang menarik tanpa memperhatikan tata ruang yang biasa dibuat oleh masyarakat jaman dulu.


2.   Busana/Pakaian Masyarakat Bali 

Jaman dahulu, masyarakat Bali memiliki Budaya berbusana seperti gambar di atas. Hampir semua masyarakat bali hanya memakai busana pada bagian bawah saja, yaitu dari perut sampai ke kaki. Busana tersebut berbahan kain yang di pakai dan diikat dengan sebuah selendang sehingga berbentuk kamben. Sedangkan bagian atas, bisanya masyarakat Bali jarang menggunakan pakaian sehingga tubuh bagian atas tetap telanjang. Seiring kemajuan jaman dan teknologi, budaya berbusana ini ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Saat ini masyarakat Bali sudah memakai busana tertutup, artinya masyarakat sudah memakai busana lengkap, baik bagian atas maupun bawah. Terlihat pada contoh berikut.


3.   Transportasi Gedebeg

Alat transportasi gedebeg merupakan sarana transportasi yang dimiliki oleh masyarakat Bali pada jaman dulu. Alat transportasi ini berbentuk gerobak, yang terbuat dari kayu yang dipergunakan untuk mengangkut barang, terbuat dari kayu yang berbentuk rumah kecil dan tenaga yang digunakan sebagai penarik transportasi ini adalah seekor kerbau. alat transportasi ini biasanya digunakan untuk mengankut hasil pertanian atau barang dagangan yang akan dibawa ke pasar. Seiring perkembanggan jaman dan teknologi alat transportasi ini sudah ditinggalkan karena kurang evisiensi waktu.

  

B.  Budaya Bali yang Sudah Rapuh

  Budaya Bali yang merapuh adalah budaya milik masyarakat Bali yang keberadaannya mulai ditinggalkan oleh masyarakat bali.

1. Subak di Bali

Subak Bali diputuskan menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO pada Jumat, 29 Juni 2012. Akademisi Pertanian I Wayan Windia merupakan salah satu anggota komite yang mendorong adanya pengakuan sistem irigasi subak dari Bali. Subak dapat memertahankan nilai asli budaya masyarakat Bali dan tradisi kuno subak perlu dilestarikan. Subak tidak hanya berfungsi sebagai sistem irigasi, tapi juga merupakan bagian dari keyakinan rohani. Pengakuan dari UNESCO dapat mendorong pemerintah dan petani lokal untuk tetap menjaga dan memertahankan subak.

Ironisnya, setiap tahun sekira 1.000 hektare lahan pertanian di Bali telah diubah menjadi hotel dan rumah. Karena itu, perlu adanya perlindungan khusus dari pihak internasional agar subak tidak hilang begitu saja. Pariwisata di Bali sebenarnya bisa mengancam kelestarian subak. Pasalnya, adanya pengembangan wisata di sekitar subak membuat harga properti di sekitarnya naik sehingga petani harus membayar pajak mahal. Tradisi yang selama ini hidup dikhawatirkan juga hilang yaitu contohnya di Gunung Sari yang setiap tahunnya dilaksanakan ritual panen. Petani akan berkumpul untuk berdoa meminta keselamatan dan hasil panen yang baik. Bila Subak hilang, budaya Bali juga akan hilang. Subak sangat penting karena merupakan dasar dari budaya Bali.


2.  Permainan Tradisional Bali

Permainan Tradisional Bali sekarang jarang bisa kita temukan apalagi di daerah perkotaan, perkembangan tekhnologi yang pesat hampir menenggelamkan mereka. Ada puluhan bahkan ratusa permainan tradisional yang ada, orang tua juga seolah-olah tidak memperhatikan dan cenderung tidak mampu mengarahkan anak-anak mereka dalam melakukan permainan yang memang ternyata cukup susah, karena permainan tradisional lebih menonjolkan permainan berkelompok yang membutuhkan kekompakan dan kebersamaan dan secara tidak langsung mendidik anak itu lebih bisa mengenal lingkungannya yang majemuk, bergaul dengan tidak memandang status sosial dan kebersamaanya, kesetiakawanan dengan suasana ceria di lingkungan mereka.

Banyak permainan tradisional yang ada di Bali seperti; meong-meongan, megoak-goakana, metajog, nyen durine nyongkok, engkeb–engkeban, main gangsing, main tajog. Dengan perkembangan iptek yang pesat, anak-anak cenderung menggunakan tekhnologi yang ada seperti video games yang bisa dimainkan dari handphone, play station dan melalui internet. Mereka sepertinya lebih asik bermain alat tersebut, tidak lagi berinteraksi dengan lingkungan dengan teman sesamanya. Mereka hanya terfokus untuk menang mengumpat kalau kalah. Anak-anak sampai kecanduan dan tidak fokus belajar, apalagi permainan yang menggunakan handphone yang katanya ada ‘radiasi‘ yang bisa mempengaruhi sel-sel tubuh dan perkembangan otak, ini tentunya akan sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam mengarahkan dan membimbing mereka.


3.     Alat pembajak sawah 


Keunikan Budaya Bali dan Pesatnya Pariwisata Bali kita tidak bisa terlepas dari sebuah dunia yang disebut Pertanian Bali. Pertanian di bali memiliki pertalian yang erat antara Budaya, Agama, Alam Bali dan Pariwisata di Bali. “metekap” adalah istilah orang Bali dalam  membajak sawah mereka, peralatan tradisional yang mereka pakai terdiri dari "UGA" ditaruh pada leher kedua ekor sapi yang kemudian di ikat pada "TENGALA" dan "LAMPIT" yang berfungsi untuk membajak sawah.

Seiring perkembangan jaman dan teknologi kegiatan “matekap” sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bali, karena dengan kemajuan teknologi yang menghasilkan alat pembajak sawah yang disebut dengan “Traktor” telah menggantikan alat-alat tradisional Bali. Dengan “traktor” pekerjaan membajak sawah menjadi lebih mudah dan cepat. Dengan adanya alat moderen inilah masyarakat menjadi lebih dimannjakan, dan mulai meninggalkan budaya “matekap”.


C.  Budaya Bali yang Bertahan 

       Selain budaya yang menghilang dan merapuh, Bali juga masih memiliki          budaya yang tetap bertahan hingga saat ini, antara lain sebagai berikut. 

1. Upacara Pengabenan

Pulau Bali yang juga dikenal sebagai “Pulau Seribu Pura” memiliki ritual khusus dalam memperlakukan leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal. Apabila di tempat lain orang yang meninggal umumnya dikubur, tidak demikian dengan masyarakat Hindu di Bali. Sebagaimana penganut Hindu di India, mereka akan menyelenggarakan upacara kremasi yang disebut Ngaben, yaitu ritual pembakaran mayat sebagai simbol penyucian roh orang yang meninggal.

Tradisi budaya ngaben ini merupakan warisan leluhur masyarakat Bali dan diteruskan secara turun temurun ke anak cucunya. Upacara pengabenan ini juga menjadi salah satu penarik wisatawan di Bali karena keunikan dan keseniannya.


2.  Ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung dalam kebudayaan Bali. Budaya Ogoh-ogoh ini tetap bertahan hingga saat ini. Ogoh-ogoh ini kebudayaan yang menggambarkan kepribadian “Bhuta Kala” dan sudah menjadi ikon ritual yang secara tradisi sangat penting dalam penyambutan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Seluruh umat Hindu Dharma akan bersukaria menyambut kehadiran tahun baru itu dengan mengarak-arakan “ogoh-ogoh” yang dibarengi dengan perenungan tentang yang telah terjadi dan sudah dilakukan selama ini pada saat “Pangerupukan” atau sehari setelah menjelang Hari Raya Nyepi, peristiwa dan prosesinya setiap tahunnya sama yaitu pada setiap banjar membuat ogoh-ogoh.

Mengingat pentingnya Budaya ogoh-ogoh ini, sampai sekarang masih tetap bertahan dan lestari. Disamping itu dengan keberadaan arak-arakan “Ogoh-ogoh” yang sudah menjadi tradisi inilah yang menambah daya tarik wisata. Balipun memiliki budaya yang menjadi salah satu andalan kepariwisataan.


3.  Tradisi Omed-omedan

Tradisi omed-omedan merupakan warisan nenek moyang sejak dulu dan  dilakukan secara turun temurun. Dahulu, omed-omedan hanya dilakukan hanya dengan tarik-tarikan, perkembangan jaman yang pesat lalu berubah ada ciuman. Pada saat sedang berciuman, air diguyur agar peserta tidak kepanasan dan ciumannya tidak menjadi lebih lama. Tradisi omed-omedan ini, dilakukan oleh dua kelompok yakni muda dan mudi. Pemuda berdiri membentuk barisan ke belakang dan saling berpelukan pada pinggang orang yang di depan. Demikian pula dengan kelompok pemudi. Jumlahnya tidak dibatasi. Pada saat dikasih aba-aba maka kelompok dua kelompok ini saling tarik menarik ke belakang, bertumpuh pada kaki dengan lengan di pingggang. Orang yang mengambil posisi di depan harus mampu berjalan ke depan sementara yang lain menarik berlawanan ke belakang. Saat orang yang di depan berhasil maju ke depan bertemu, disaat itulah keduanya berpelukan dan berciuman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar